Perkembangan teknologi telekomunikasi sekarang ini sangatlah pesat. Berbagai macam kemajuan dalam bidang telekomunikasi meliputi dalam hal-hal infrastruktur maupun dalam pelayanan yang dapat disediakan kepada pelanggan. Sehingga bisa dilakukan pengiriman informasi dari tempat jauh hanya dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
Jaringan GSM pada telepon seluler memiliki berbagai aspek luas yang dapat dibahas. Salah satunya pada jaringan transmisi yang digunakannya. Untuk melakukan transmisi antara menara BTS maka digunakan sistem transmisi SDH dan PDH. Untuk melayani jaringan GSM yang semakin luas maka diperlukan pengaturan sistem transmisi yang baik. Dengan melihat kebutuhan dari daerah tersebut maka bisa ditentukan besar kapasitas yang dapat dialokasikan. Hal ini akan memengaruhi pemilihan antara layanan PDH dengan SDH. Sistem transmisi PDH dapat digunakan untuk kapasitas yang kecil sementara sistem transmisi SDH dapat melayani kapasitas yang lebih besar. Sehingga dalam hal ini perencanaan jaringan transmisi sangatlah penting.
PENGENALAN TRANSMISI
Dalam bidang telekomunikasi, transmisi adalah sebuah usaha untuk mengirimkan pesan elektris dengan memanfaatkan fenomena energi teradiasi yang dapat merambat melalui media fisis. Pesan ini dapat berupa urutan dari satuan-satuan data (data units), seperti binary digits, frames dan blocks. Dalam istilah komunikasi, sebuah frame adalah sebuah packet (blok informasi pada jaringan komputer) yang dikodekan untuk proses transmisi pada link tertentu. Bentuk visualisasinya tampak pada gambar berikut:

Transmisi bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Pengiriman sinyal, pesan, atau bentuk apa saja dari informasi oleh pengirim kepada penerima di tempat yang lain.
2. Rambatan sinyal dengan berbagai cara seperti telegraf, telepon, radio, televisi, atau faksimili via medium apa saja, seperti kawat, kabel koaksial, gelombang microwave, kabel serat optik, atau frekuensi radio.
Dalam ilmu transmisi, medium yang digunakan untuk mengirimkan infomasi dari pengirim ke penerima sering disebut sebagai kanal (channel).
TRANSMISI DATA
Transmisi data adalah proses pemindahan informasi (bentuk apa saja) dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Pada zaman dahulu, proses ini dilakukan secara manual dengan mengirmkan seorang kurir. Proses pengiriman data ini selanjutnya mengalami perkembangan seperti pengiriman informasi dengan asap yang dilakukan oleh suku Indian, sampai dengan menggunakan kawat tembaga seperti metode kode Morse.
Di dalam istilah komputer, transmisi data bisa diartikan sebagai pengiriman arus (stream) bits atau atau bytes dari suatu lokasi yang satu ke lokasi lainnya dengan menggunakan aplikasi teknologi seperti kawat tembaga, serat optik, laser, radio, cahaya inframerah bahkan sampai ke teknologi Bluetooth. Contoh sederhananya antara lain perpindahan data dari suatu media penyimpanan (storage device) ke media penyimpanan yang lainnya, atau pengaksesan website yang meliputi transfer data dari web server ke browser pengguna.
Konsep yang masih berhubungan dengan transmisi data adalah protocol data transmission. Protokol ini adalah kumpulan peraturan-peraturan standar mengenai representasi data, pensinyalan, autentifikasi, dan deteksi kesalahan yang dibutuhkan untuk mengirimkan informasi pada kanal telekomunikasi. Contoh dari protokol komunikasi yang diadaptasikan pada komunikasi suara ialah ketika sebuah sinyal informasi dari handphone dikirimkan kepada Base Transceiver Station (BTS). Protokol komunikasi pada jaringan digital mempunyai kriteria yang ditujukan untuk proses kelancaran pertukaran data pada kanal komunikasi yang tidak sempurna. Protokol komunikasi pada dasarnya mengikuti aturan-aturan tertentu sehingga sistem yang dilingkupinya bisa berjalan dengan baik. Protokol sekarang ini berbasis komunikasi paket (packet based communication).
SISTEM TRANSMISI
Sistem Transmisi adalah sebuah sistem yang mentransmisikan sinyal dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Sistem Transmisi terdiri atas jalur yang mempunyai bandwidth besar, menyusun backbone kepada jaringan. Sistem ini melayani banyak sekali konsumen atau pelanggan yang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sistem transmisi yang baik harus memiliki spesifikasi yang fleksibel, tahan lama(kuat), dan dapat diandalkan. Salah satu teknologi sistem transmisi yang sering digunakan pada internet maupun pada PSTN (Public Switched Telephone Network) adalah SDH (Synchronous Digital Hierarchy).
Sistem transmisi merupakan bagian penting di dalam upaya menyalurkan informasi jarak jauh. Trafik yang melewati sistem transmisi biasanya merupakan gabungan dari beberapa sumber, sehingga intensitas trafik yang harus diolah menjadi sangat besar. Pada awalnya, sistem transmisi yang digunakan berbasis teknologi analog yang sangat rawan terhadap interferensi. Kemunculan teknologi digital menawarkan banyak kelebihan dibandingkan teknologi analog, Seiring dengan pendigitalan di sisi sentral, maka penerapan teknologi digital pada sistem transmisi tidak dapat dihindarkan. Di sisi lain, informasi yang berasal dari sumber pun semakin memilki kecenderungan sudah dalam bentuk digital seperti misalnya informasi mutlimedia.
Transmisi Radio Frekuensi
Propagasi radio adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sifat gelombang radio ketika mereka ditransmisikan. Dalam area vakum udara, semua geleombang elektro magnet (radio, sinar–X, cahaya tampak, dan lain-lain) mematuhi ”hukum kuadrat terbalik” (inverse square law) yang menyatakan bahawa kekuatan gelombang elektromagnet adalah sebanding dengan 1/(x2), dimana x adalah jarak dari sumbernya. Jika jarak yang ditempuh adalah dua kali lipat dari sebelumnya, maka kekuatan gelombang elektromagnet tersebut hanya tinggal sisa seperemmpatnya saja. Perambatan frekeuensi tinggi pada bumi tidak hanya dipengaruhi oleh hukum kuadrat terbalik tadi, tapi dengan faktor-faktor lainnya yang selama perjalanannya dari satu titik ke titik yang lain. Jalan yang ditempuh (path) ini bisa merupakan line of sight path atau over the horizon path yang memanfaatkan proses refraksi / pemantulan pada bagian daerah lapisan ionosfer.

Line of sight (LOS) bisa dianalogikan sebagai garis lurus antara pengamat dan objek yang diamati. Istilah LOS sering dipakai di dunia telekomunikasi, adalah garis lurus yang ditarik dari antena pengirim dengan antena penerima. Kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk hubungan gelombang mikro (microwave) yang menawarkan lebar pita yang tinggi untuk mengirimkan sinyal. Operasi gelombang ini sudah mencapai jangkauan frekuensi gigahertz dimana path radio tahan terhadap peristiwa refleksi maupun refraksi dari medium yang dilaluinya. Sering kali istilah LOS ini disebut line-of-site.
Panjang jarak transmisi umumnya berada pada orde 40 mil atau 60 km. Jarak yang ditempuh ini sangat dipengaruhi oleh tinggi antena dan bentuk permukaan daratan yang dilaluinya. Line of sight sangat dibutuhkan untuk sistem transmisi optik, yang dibutuhkan untuk jarak dekat antara dua objek yang tinggi, dimana kabel fisik yang jika digunakan akan sangat tidak efisien.

Antena adalah peralatan elektronik yang didisain untuk mengirimkan maupun menerima sinyal radio (microwave). Antena digunakan untuk transmisi energi gelombang radio melalui medium alami (udara, bumi, air, dan lain-lain) untuk komunikasi dari titik yang satu ke titik yang lain. Dalam mentransmisikan sinyal data telekomunikasi, gelombang mikro digunakan sebagai gelombang pembawa (carrier). Sebuah sinyal yang dikirimkan ke sebuah telepon seluler dalam gedung dari antena base transceiver station (BTS) di dalam sebuah dareah perkotaan akan mengalami kombinasi serangkaian proses sebagai berikut :
a. Propagasi mengalami pelemahan sebesar jarak yang ditempuh pangkat 4 jika merambat pada atap-atap bangunan yang tidak seragam.
b. Terjadi difraksi pada jalanan.
c. Terjadi banyak refleksi multi-path selama merambat pada jalanan.
d. Terjadi difraksi pada jendela kaca, dan teratenuasi karena melewati tembok menuju dalam gedung.
e. Terjadi refleksi, difraksi, dan atenuasi akibat dinding, lantai, dan langit-langit dalam gedung.
Kombinasi dari efek-efek di atas menjadikan perambatan sinyal yang dikirimkan menjadi berkurang kualitasnya, bahkan menjadi rusak sama sekali atau tak menerima data sama sekali. Masalah-masalah ini bisa diminimalisasi dengan cara:
a. Menggunakan banyak base station. Sebuah telepon biasanya mendeteksi 6 buah base station pada saat yang bersamaan.
b. Menggunakan alat pendeteksi dan pengoreksi kesalahan pada hubungan radio.
Masalah transmisi dalam telekomunikasi tidak hanya terjadi antara telepon seluler dengan BTS, tetapi juga terjadi antara BTS yang satu dengan BTS yang lainnya. Oleh karena itu antena BTS juga harus dimodifikasi sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil sinyal yang baik. Diversity reception adalah salah satu metode yang digunakan pada antena BTS untuk memperbaiki penerimaan sinyal yang ditransmisikan dari fenomena fading dan interferensi, dengan menerima dan memproses berbagai versi sinyal yang ditransmisikan, (namun sinyal tersebut memiliki informasi yang sama satu sama lainnya). Ada beberapa metode untuk melakukannya, antara lain:
1. Space diversity (SD):
Antena ini menerima berbagai versi sinyal yang ditransmisikan, yang telah melewati jalan rambatan yang berbeda. Pada transmisi sinyal BTS, metode SD ini dilakukan dengan menggunakan beberapa antena penerima dan/atau menggunakan beberapa antena pemancar.

Oleh karena itu, biasanya sebuah BTS menggunakan 3 macam antena, yaitu 1 buah untuk pengirim sinyal dan 2 buah untuk melakukan SD. BTS akan men-switch ke satu antena dari dua antena, penerima tergantung dari antena mana yang menerima sinyal yang labih kuat.
2. Polarisation diversity:
Antena ini menerima sinyal-sinyal yang mempunyai pola radiasi yang berbeda-beda namun memiliki data informasi yang sama.
3. Time diversity:
Antena ini menerima sinyal-sinyal dengan timing yang ditransmisikan dalam waktu yang berbeda-beda.
4. Frequency diversity (FD):
Antena ini menerima sinyal-sinyal yang menunggangi frekuensi gelombang pembawa yang berbeda-beda.
Setelah antena ini menerima berbagai macam versi sinyal, teknik diversity combing dilakukan sebelum pemrosesan sinyal informasinya lebih lanjut. Diversity combining adalah teknik yang diaplikasikan untuk mengombinasikan berbagai macam sinyal yang diterima antena diversity ke dalam sebuah sinyal informasi yang aslinya. Teknik ini ada empat macam, yaitu:
1. Selection combining
Dari beberapa sinyal yang diterima, sinyal yang terkuat akan dipilih.
2. Switched combining
Penerima akan mengalihkan ke sinyal yang lain ketika sinyal saat ini sedang menurun di bawah ambang batas yang diperlukan. Teknik ini agak kurang efisien jika dibandingkan dengan selection combining.
3. Equal gain combining
Semua sinyal yang diterima di tambahkan satu sama lainnya secara koheren.
4. Maximal-ratio combining
Sinyal-sinyal yang diterima diberikan bobot tertentu tergantung dari SNR-nya masing-masing, lalu dijumlahkan satu sama lainnya.
Transmisi Serat Optik
Kabel serat optik adalah salah satu prasana transmisi yang cukup populer untuk beberapa tahun terakhir ini, karena bisa mentransmisikan sinyal dengan lebar pita yang tak terhingga dan memiliki kemampuan yang lebih unik dibandingkan media transmisi terdahulu. Metode point-to-point sistem transmisi terdiri dari tiga elemen dasar, yaitu pemancar optik, kabel serat optik, dan penerima optik.

Dengan menggunakan data yang dikodekan menjadi pulsa-pulsa cahaya, serat fiber optik yang mempunyai penampang 1/2", fiber optik mampu mentransmisikan percakapan telepon sampai sebanyak 193.536 buah secara digital pada saat yang bersamaan. Lain halnya dengan kawat tembaga yang mempunyai penampang yang sama, namun hanya bisa mentransmisikan percakapan yang hanya berjumlah 25 jika secara analog.

Serat optik adalah tipe kanal yang sering dipakai pada komunikasi optik. Pemancar pada serat optik biasanya adalah LED (light-emitting diode) atau dioda laser. Cahaya inframerah lebih sering digunakan daripada cahaya tampak, karena serat optik dapat mengirimkan beberapa panjang gelombang cahaya inframerah dengan sedikit atenuasi dan dispersi. Dahulu pengkodean sinyal serat optik umumnya dilakukan dengan mengatur modulasi fasa dan frekuensinya. Namun, sekarang ini pengkodean sinyal serat optik dilakukan dengan cara mengatur modulasi intensitasnya.
Pengguna LED umumnya terbatas hanya untuk data-data di bawah 100 Megabit per detik. Untuk kebutuhan transfer data yang lebih cepat, biasanya digunakan laser. Sistem laser ini diaplikasi secara ”modulasi langsung”, yang mana cahaya keluaran diatur secara ”langsung” oleh arus yang dialirkan ke sistem tersebut.
Untuk memperpanjang jangkauan transmisi sinyal, jalur serat optik dahulu terdapat repeater, yang merupakan penerima dan pengirim back-to-back yang mengubah sinyal dari cahaya ke sinyal listrik dan diubah menjadi sinyal cahaya lagi, sehingga membuat jalur yang panjang menjadi beberapa jalur-jalur pendek serat optik. Namun, teknologi serat optik semakin berkembang sehingga menggantikan fungsi repeater tersebut dengan teknologi EDFA (erbium-doped fiber amplifier).
Dengan menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda, beberapa jalur komunikasi bisa dikirim secara optik, sering disebut dengan metode WDM (wavelength division multiplexing). Metode ini membutuhkan multiplekser panjang gelombang pada alat pengirimnya, dan membutuhkan demultiplekser panjang gelombang pada peralatan penerimanya. Alat yang bernama AWG (arrayed waveguide granting) sering digunakan untuk melakukan multipleks dan demultipleks pada WDM.

Skema multipeks dari AWG dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:
Cahaya datang pada (1) merambat pada ruang bebas (2) dan memasuki sebuah gulungan dari berbagai serat-serat optik (3). Serat-serat ini masing-masing memunyai panjang yang berbeda sehingga akan ada pergeseran fasa. Pada keluaran dari serat optik tersebut (3), cahaya kembali merambat dalam ruang bebas (4) dan berinterferensi pada masukkan serat-serat optik (5) yang masing-masing kanal serat optik menerima cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Arah cahaya dari (1) ke (5) adalah proses demultipleks dan arah cahaya dari (5) ke (1) adalah proses multipleks.
Pemilihan antara transmisi serat optik dengan transmisi kawat elektrik (kawat tembaga) untuk suatu sistem dilakukan atas dasar kebutuhannya. Serat optik umumnya dipilih untuk sistem yang membutuhkan lebar pita yang lebih besar atau jarak yang lebih jauh. Keuntungan utama serat optik adalah kemampuannya untuk menimalisasi loss, memungkinkan untuk transfer sinyal jarak yang sangat jauh dengan bantuan amplifier maupun repeater, dan kemampuannya untuk membawa kapasitas data yang besar. Kemampuan mengangkut data dari satu kabel serat optik sebanding dengan kemampuan dari ribuan kabel elektrik. Keuntungan dari serat optik dalam proses mentransmisikan sinyal jarak jauh adalah tidak adanya fenomena cross-talk sebagaimana yang kadang terjadi pada transmisi kabel elektrik.
Untuk aplikasi jarak dekat dan lebar pita yang ditangani relatif kecil, transmisi elektrik lebih dipilih daripada transmisi serat optik. Ada beberapa kasus yang menyebabkan mengapa kabel elektrik lebih dipilih, yaitu:
1. Ketika tidak dibutuhkan sistem pengkabelan yang kompleks.
2. Bahan material yang murah.
3. Biaya alat untuk mengirim dan menerima sinyalnya murah.
4. Kemudahan untuk menyambungkan hubungan kabel (splicing).
5. Kemampuannya untuk membawa daya listrik maupun sinyal.
Dari keuntungan-keuntungan kabel elektrik di atas, maka serat optik tidak digunakan untuk keperluan transmisi jarak singkat (seperti pada aplikasi chip, motherboard). Namun, untuk beberapa kasus transmisi jarak pendek, kabel serat optik juga kadang dipakai. Contoh kasusnya adalah sebagai berikut:
1. Kebal terhadap interferansi elektromagnet (walau serat optik bisa rusak oleh radiasi sinar alfa dan beta).
2. Resistansi elektrik yang tinggi, membuatnya aman untuk digunakan dekat dengan peralatan bertegangan tinggi.
3. Bobot fisiknya yang ringan.
4. Tidak ada percikan api, sehingga sering dipakai pada lingkungan yang mengandung gas yang dapat terbakar atau meledak.
5. Tidak meradiasikan gelombang elektromagnet.
6. Ukuran kabel yang lebih kecil, penting pada jalur sirkuit yang sempit.
Sistem domestik antarkota yang berbasiskan serat optik telah banyak diimplementasikan secara luas. Sistem ini menggunakan transmisi digital dengan kecepatan mulai dari beberapa ratus Mbit/s sampai 2 Gbit/s. Dengan penggunaan mode serat tunggal sejak 1984, repeater dengan jarak spasi per 40 km atau lebih sudah mulai digunakan. Sehingga, dengan peningkatan teknologi yang cepat, perbedaan antara jaringan lokal, dalam kota, maupun antarkota menjadi tidak lagi bermasalah.
SATUAN KAPASITAS SALURAN TRANSMISI
1. Digital Signal 0 (DS0)
Digital Signal 0 (DS0) adalah kecepatan sinyal digital 64 kbit/s, yang ekivalen dengan kapasitas dari satu kanal frekuensi suara. Kecepatan DS0 membentuk pijakan pada hirarki transmisi multipleks digital untuk Eropa dan Amerika Utara, untuk sistem plesiochronous yang lama seperti sistem T-Carrier, dan untuk sistem synchronous yang modern seperti sistem SDH/SONET.
Kecepatan DS0 bisa menyokong dua puluh buah kanal 2,4 kbit/s, sepuluh buah kanal 4,8 kbit/s, lima buah kanal 9,67 kbits/s, satu buah kanal 56kbit/s atau satu buah kanal 64 kbit/s. Untuk panggilan telepon biasa, suara audio di-digitalisasi pada 8 kHz sample rate dengan menggunakan 8-bit pulse-code modulation (PCM) sehingga kecepatan transmisi datanya adalah 64 kbit/s. Beberapa DS0 lalu di-multipleks bersama pada sirkuit yang mempunyai kapasitas yang lebih tinggi. Dua puluh empat buah DS0 membentuk satu sinyal DS1. Ketika dibawa pada kawat tembaga, sistem ini dikenal menjadi T-carrier system, T1 (atau E1 untuk yang standar Eropa, dimana terdapat 32 buah 64 kbit/s kanal).
2. T-Carrier
Pada sistem telekomunikasi, T-carrier adalah sebuah system carrier yang dikembangkan oleh Bell Labs dan digunakan pada Amerika Utara dan Jepang. Satuan dasar dari sistem T-carrier adalah DS0, yang mempunyai kecepatan transmisi sebesar 64 kbit/s, dan sering digunakan untuk sirkuit satu suara.
Sebuah T1 mempunyai kecepatan line sebesar 1.544 Mbit/s. Awalnya, format T1 membawa sinyal suara 24 pulse-code modulated, time-division multiplexed yang masing-masing di kodekan pada arus 64 kbit/s, menyisakan 8 kbit/s untuk informasi frame yang memfasilitasi sinkronisasi dan proses demultipleks pada penerima. Kanal sirkuit T2 dan T3 membawa beberapa kanal T1 yang ter-multipleks, menghasilkan kecepatan transmisi mencapai 44.736 Mbit/s.

Sebuah penjelasan yang lebih umum mengenai bagaimana kecepatan 1.544 Mbit/s dihasilkan adalah sebagai berikut. Misalkan besar frekeuensi tertinggi yang dihasilkan pada proses komunikasi suara manusia adalah 4000 Hz, maka sampling rate digital yang dibutuhkan akan sebesar 8000 Hz (menurut teorema Nyquist) dan jumlah kanal suara yang disokong adalah 24 buah. Karena masing-masing T1 frame mengandung 1 byte data suara untuk masing-masing 24 kanal, sistem tersebut membutuhkan 8000 frame per detik untuk menyokong masing-masing 24 kanal. Karena masing-masing frame T1 adalah 193 bit panjangnya (24 kanal x 8 bit per kanal + 1 bit kontrol = 193 bit), 8000 frame per detik lalu dikalikan dengan 193 sehingga didapatkan kecepatan transfer sebesar 1.544 Mbit/s (8000 x 193 = 1544000).

3. E-Carrier
Sistem E-carrier awalnya merupakan hasil standarisasi CEPT (European Conference of Postal and Telecommunications Administrations), yang kemudian merevisi dan memperbaiki teknologi T-carrier milik Amerika. Sistem ini telah diadaptasi oleh ITU-T, Kecuali Amerika, Kanada, dan Jepang, sistem ini dipakai secara luas di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Standar E-carrier merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem Synchronous Digital Hierarchy (SDH) dimana sekumpulan sirkuit E1 dibundel ke dalam sirkuit E3 yang mempunyai kepasitas yang lebih tinggi, menghubungkan pelanggan ke pelanggan lain yang berbeda negara.
Pada prakteknya, hanya versi E1 (30 sirkuit) dan E3 (480 sirkuit) saja yang digunakan. Secara fisik, E1 ditransmisikan dengan 32 timeslot (mempunyai 32 kanal suara) dan E3 dengan 512 timeslot (mempunyai 512 kanal suara), dengan satu timeslot untuk framing (pembatas), dan satu timeslot lagi untuk pensinyalan call setup dan tear down. Tidak seperti layanan data internet, sistem E-carrier secara permanen mengalokasikan kapasitas suara pada keseluruhan durasinya. Ini menjamin tingkat kualitasnya tinggi karena transmisi sampai dengan delay singkat yang sama dengan membawa kapasitas data pada setiap waktu.
Sirkuit E1 sering digunakan pada kebanyakan exchange (pusat switching) telepon dan untuk menghubungkan jalur komunikasi antara perusahaan menengah dan besar. Jalur E3 digunakan untuk komunikasi antara exchange, operator, bahkan antarnegara sekalipun. Kecepatan transmisi dari E3 ini adalah 34.368 Mbit/s.
Sebuah jalur E1 beroperasi pada dua kawat yang terpisah, biasanya kabel koaksial. Sinyal yang diberikan kepadanya mempunyai tegangan sebesar 2.4 volt. Kecepatan data yang dikirimkan adalah sebesar 2.048 Mbit/s (full duplex, i.e. 2.048 Mbit/s downstream dan 2.048 Mbit/s upstream) yang dibagi menjadi 32 timeslot, masing masing timeslot dialokasikan sebesar 8 bit pada setiap gilirannya. Dengan begitu masing-masing timeslot mengirim dan menerima sampel 8 bit 8000 kali per detik (8 x 8000 x 32 = 2.048.000). Sistem ini ideal untuk telepon biasa dimana suara pengirim disampel ke dalam 8-bit angka pada kecepatan datanya dan direkonstruksi ulang pada sisi penerimanya.
Sistem E1 memiliki timeslot-timeslot yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Timeslot 0 (TS0) dipakai untuk keperluan framing. Sehingga timeslot ini membantu untuk mencari awal dari suatu frame dan mencocokkan dengan kanal yang selanjutnya. Standar ini memungkinkan adanya proses full Cyclic Redundancy Check pada semua bit yang ditransmisikan pada setiap frame-nya, untuk mendeteksi apakah sirkuit ini kehilangan bit-nya (informasi-nya), tapi proses ini tidak selalu dilakukan setiap saat. Timeslot 16 (TS16) digunakan untuk proses pensinyalan sesuai dengan standar protokol komunikasi yang berlaku. Sistem yang lebih baru ada menggunakan CCS (Control Channel Signaling) seperti ISDN (Integrated Services Digital Network) atau Signalling System 7 (SS7) yang mengirim pesan singkat mengenai informasi tentang panggilan termasuk caller ID, tipe transmisi yang dibutuhkan, dan lain-lain.
4. Perbandingan Masing-masing Sistem.
Hirarki Amerika Utara dan Japan didasarkan pada sistem multipleks 24 kanal frekuensi suara dan selanjutnya adalah perkaliannya. Sedangkan untuk hirarki Eropa didasrkan pada sistem multipleks 32 kanal frekuensi dan selanjutnya adalah perkaliannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini:

Desain DS digunakan pada hubungan hirarki Amerika Utara saja. Secara teknis, DS1 adalah data yang dibawa pada sirkuit T1, dan begitu juga antara DS3 dengan T3, sehingga istilah-istilah tersebut bisa dipakai secara bergantian. Untuk sistem yang dioperasikan untuk bidang militer biasanya menggunakan kecepatan 6 kali atau 8 kali kecepatan DS1. Sistem baru yang menggunakan keunggulan dari kecepatan data yang sangat cepat, menggunakan link komunikasi optik, yang sudah banyak diaplikasikan secara meluas serta masih terus dikembangkan. Kecepatan data tinggi sering diaplikasikan dengan menggunakan jaringan optik sinkron atau Synchronous Digital Hierarchy, SDH.
SISTEM TRANSMISI PDH
PDH (Plesiochronous Digital Hierarchy) adalah suatu teknologi transmisi yang digunakan pada sistem telekomunikasi untuk mentransmisikan data dalam jumlah besar antara nodal melalui peralatan seperti kabel fiber optik dan gelombang microwave, dimana clock yang digunakan hampir sama, dengan begitu sistem ini bekerja secara asinkron. Sistem ini distandarisasi pada tahun 1972 oleh CCITT, ketika itu berbagai kecepatan signal didasarkan pada kecepatan 64 Kbit/s. Salah satu penyebab kemunculan sistem ini karena berbagai jenis peralatan di dunia menggunakan hirarki yang berbeda-beda dalam melakukan transmisi sehingga menimbulkan masalah dalam melakukan hubungan internasional. Sebagai contohnya antara negara-negara yang menggunakan sistem 1,554 Mbit/s (USA dan Jepang) dengan yang menggunakan sistem 2,048 Mbit/s.
Dalam sistem plesiochronous, seluruh sinyal harus di-demultipleks untuk memperoleh kanal yang diinginkan. Lalu kanal yang tidak dinginkan harus di-multipleks kembali untuk dikirim lebih jauh pada jaringan sehingga mencapai tujuan yang dinginkan.

Untuk memperoleh kanal 64 kbit/s dari 140 Mbit/s sinyal PDH, maka sinyal perlu di-demultipleks sampai 2 Mbit/s sebelum lokasi dari kanal 64 kbit/s dapat diidentifikasi. PDH memerlukan langkah-langkah (140-34, 34-8, 8-2 demultipleks ; 2-8. 8-34, 34-140 multipleks) untuk mengeluarkan atau menambah data suara/data kanal.


Kecepatan dasar transfer data adalah 2,048 Mbit/s. Untuk transmisi suara, dipecah menjadi 30 x 64 kbit/s kanal ditambah 2 x 64 kbit/s kanal yang digunakan untuk sinyalisasi dan sinkronisasi. Kadang, seluruh sinyal dengan kecepatan 2 Mbit/s tersebut digunakan bukan untuk transmisi suara, melainkan untuk melakukan transmisi data.
Kecepatan data 2 Mbit/s tersebut dikontrol oleh suatu clock yang terdapat pada peralatan yang digunakan untuk membuat data. Di mana kecepatan ini diijinkan bervariasi (+/- 50 ppm) dari 2,048 Mbit/s. Hal ini menunjukkan bisa terjadi perbedaan pada kecepatan data 2 Mbit/s dengan yang lainnya.
Untuk memindahkan beberapa data sebesar 2 Mbit/s dari satu tempat ke tempat lain, data-data tersebut dikombinasikan atau di-multipleks dalam 4 grup. Hal ini dilakukan dengan mengambil 1 bit dari stream#1, dikuti dengan 1 bit dari stream#2, lalu #3, dan #4. Proses ini dinamakan proses interleaving. Multiplexer juga menambahkan bit-bit yang diperlukan agar data sebesar 2 Mbit/s tersebut bisa diterima pada multiplexer penerima. Bit-bit yang diperlukan ini dikenal dengan justification atau stuffing bit.
Karena masing-masing dari data 2 Mbit/s tersebut tidak perlu berjalan pada kecepatan yang sama, maka suatu kompensasi perlu dilakukan. Multiplexer yang melakukan transmisi tersebut dengan menggabungkan keempat data yang dianggap bekerja pada kecepatan maksimum. Hal ini menunjukkan kalau kadang-kadang (jika data 2 Mbit/s tidak ditransmisikan dengan kecepatan maksimum) multiplexer akan mencari bit berrikutnya yang belum tiba. Dalam kasus ini multiplexer memberi sinyal kepada multiplexer penerima kalau ada bit yang hilang. Bit yang hilang ini akan digantikan oleh dummy bit sebagai kompensasi. Sehingga hal ini memperbolehkan multiplexer penerima untuk merekonstruksi data dari masing-masing data 2 Mbit/s tersebut dengan benar pada kecepatan plesiochronous yang berbeda.
Hasil dari penggabungan ini adalah data yang berjalan dengan kecepatan 8,448 Mbit/s (sekitar 8 Mbit/s). Teknik yang sama digunakan untuk menggabungkan 4 data sebesar 8 Mbit/s, sehingga diperoleh 34 Mbit/s. 4 x 34 Mbit/s menghasilkan 140. 4 x 140 menghasilkan 565 Mbit/s. Kecepatan sebesar 565 Mbit/s ini biasanya digunakan untuk mentransmisikan data untuk tujuan jarak jauh. Namun, sistem PDH memilki beberapa keterbatasan yang antara lain adalah:
a. Ketidakmampuan untuk mengenali kanal-kanal secara individu pada sistem yang memiliki kecepatan tinggi.
b. Kapasitas yang tidak memadai untuk sistem jaringan
c. Tidak ada definisi yang terstandardisasi untuk PDH dengan kecepatan di atas 140 Mbit/s
d. Terdapat berbagai hirarki berebda yang digunakan di dunia. Suatu peralatan dengan antarmuka khusus diperlukan agar dapat berhubungan dengan peralatan yang berbeda.
Oleh karena itu, sistem PDH sekarang ini mulai digantikan dengan sistem yang lebih baik yaitu SDH (Synchronous Digital Hierarchy).
SISTEM TRANSMISI SDH
SDH adalah suatu standar yang digunakan dalam transmisi di dunia telekomunikasi, di mana sistem ini diperkenalkan oleh International Telecommunication Union (ITU) atau sebelumnya dikenal dengan nama The International Telegraph and Telephone Consultative Commitee (CCITT).
SDH pertama kali diperkenalkan kepada dunia telekomunikasi pada tahun 1992 dan sudah semakin dikembangkan sejak itu. Sistem ini telah dikembangkan pada berbagai level dari infrastruktur jaringan, termasuk akses jaringan dan jaringan untuk panggilan jarak jauh (Long-Distance Trunk). SDH biasanya digunakan pada :
a. Kabel fiber optik
b. Transmisi radio
c. Transmisi satelit
d. Antarmuka peralatan elektronik
SDH bekerja secara sinkron. Sistem ini memungkinkan untuk terjadinya multiplexing dan demultiplexing pada satu tingkat. Dengan format SDH, hannya kanal yang diperlukan pada titik tertentu yang didemultipleks. Sehingga mengeliminsi perlunya multiplexing secara berrulang kali. Dengan kata lain, SDH membuat suatu kanal dapat dengan mudah ditambah dan dibuang. Dengan sistem multiplexing satu tingkat ini dapat menghapuskan kerumitan penggunaan hardware selain itu mengurangi biaya peralatan sementara itu kualitas sinyal meningkat. Di bawah ini merupakan beberapa keuntungan dari penggunaan SDH, antara lain :
a. Kecepatan transmisi yang tinggi
Kecepatan transmisi sebesar 10 Gbit/s bisa dicapai dengan menggunakan sistem transmisi modern SDH. Dengan begitu, SDH bisa dianggap sebagai teknologi yang paling cocok untuk backbone, yang bisa dianalogikan sebagai jalan tol dalam teknologi telekomunikasi sekarang ini.
b. Fungsi add & drop yang telah disederhanakan
Dibandingkan dengan sistem PDH, ini lebih mudah untuk mengeluarkan dan memasukkan kanal berkecepatan rendah ke kanal berkecepatan tinggi pada SDH. Proses demultipleks dan remultipleks struktur plesiochronous tidak perlu dilakukan kembali, yang di mana rumit dan membutuhkan prosedur dalam waktu lama.
c. Pengadaan yang cepat dan sinkronisasi kapasitas jaringan
Dengan SDH, penyedia jaringan bisa dengan cepat menyediakan kebutuhan pelanggan. Sebagai contoh, suatu jalur yang disewa bisa dihubungkan dalam beberapa menit saja. Penyedia jaringan bisa menggunakan standar jaringan yang bisa dikontrol dan dimonitor dari lokasi sentral dengan sistem Telecommunication Network Management (TNM).
d. Kehandalan
Jaringan SDH modern mengikutsertakan berbagai auto-backup dan mekanisme perbaikan untuk mengantisipasi kegagalan sistem. Putusnya suatu jaringan tidak akan menyebabkan gangguan pada keseluruhan jaringan, yang bisa menyebabkan kegagalan finansial bagi penyedia jaringan.
e. Platform masa depan untuk jaringan baru
Sekarang ini, SDH adalah platform yang ideal untuk berbagai servis meliputi POTS, ISDN, dan mobile radio melalui komunikasi data (LAN, WAN, dll) dan SDH bisa menangani servis yang terbaru seperti video on demand dan video broadcasting lewat ATM yang telah banyak berdiri.
f. Interkoneksi
SDH memberi kemudahan untuk membangun gateways antara berbagai jenis penyedia jaringan dan sistem SONET. Antarmuka SDH telah distandarisasi, sehingga memungkinkan untuk mengombinasikan berbagai elemen jaringan dari berbagai manufaktur ke jaringan. Hal ini berakibat pada pengurangan biaya peralatan dibandingkan dengan PDH.
Secara umum SDH mendefinisikan Synchronous Transport Modules (STMs) untuk transmisi lewat fiber optik dengan hirarki transmisi yang telah ditetapkan.
Hirarki layer SDH
Jaringan SDH telah dibagi menjadi berbagai layer berkaitan dengang topologi dari jaringan itu sendiri. Layer terendah mereprensentasikan medium transmisi. Biasanya glass fiber atau jaringan radio atau jaringan satelit. Bagian regenerator adalah yang menghubungkan antar-regenerator. Sebagai bagian dari overhead yaitu RSOH (Regenerator Section Overhead) digunakan untuk memberi sinyal di dalam layer.
Sisa bagian dari overhead MSOH (Multiplex Section Overhead) biasanya digunakan untuk bagian multipleks. Bagian ini mengatur hubungan SDH dengan beberapa multiplexer. Pembawa seperti VC (Virtual Container) bisa digunakan sebagai payload di antara dua bagian akhir ini. Dua layer VC menggambarkan bagian dari proses pemetaan(mapping) Pemetaan adalah prosedur dimana kanal sinyal seperti sinyal SDH dan sinyal ATM digabungkan dalam STM. VC-4 mapping digunakan untuk 140 Mbit/s dan VC-12 mapping digunakan untuk 2 Mbit/s. Lapisan paling atas menggambarkan aplikasi dari SDH.



Gambar di atas adalah diagram skematik dari struktur cincin SDH dengan berbagai kanal. Penggabungan dari aplikasi berbeda adalah jenis data yang dikirim oleh SDH. Jaringan SDH harus bisa mentransmisikan layanan seperti ATM. Layanan ini membutuhkan penggunaan berbagai jenis elemen jaringan, yang akan dibahas berikut ini.
Jaringan SDH secara dasar dibangun dari empat elemen jaringan yang berbeda. Topologi yang dipakai tergantung kebutuhan penyedia jaringan. Diantaranya adalah :
a. Regenerator
Regenerator mempunyai tugas untuk mengatur kembali clock dan menguatkan sinyal data yang telah teratenuasi dan terdistorsi. Regenerator mengambil sinyal clock dari data yang diterima.

b. Terminal multiplexers
Terminal multiplexers digunakan untuk menggabungkan sinyal plesiochronous dan sinyal masukan sinkron menjadi sinyal STM-N yang berkecepatan tinggi.

c. ADM (Add/drop multiplexers)
Sinyal plesiochronous berkecepatan rendah bisa dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam kecepatan SDH yng tinggi dengan ADM. Dengan fitur ini, memungkinkan pebuatan struktur cincin yang memunyai keunggulan untuk back-up otomatis dengan peralatan di cincin saat terjadi kegagalan.

d. DXC (Digital Cross Connect)
Peralatan ini memiliki fungsi paling luas. Bisa melakukan mapping kanal-kanal sinyal PDH begitu juga dengan switching berbagai container termasuk VC-4.

Fiber optik adalah perangkat yang banyak digunakan pada jaringan SDH. Keunggulan fiber optik adalah tahan interferensi dan bisa ditransmisikan dengan kecepatan tinggi. Kelemahannya adalah biaya yang mahal untuk pemasangan. Single-mode fiber optik untuk optical windows, untuk jenis satu dan dua adalah pilihan yang cocok untuk digunakan.
Langkah yang lebih jauh untuk mentransmisikan sinyal SDH adalah dengan jaringan radio atau jalur satelit. Semuanya itu cocok untuk membangun jaringan transmisi yang cepat atau sebagai dari jaringan mobile-radio atau di medan yang sulit. Kelemahannya adalah keterbatasan bandwidth (sampai STM-4) dan relatif lebih kompleks dalam menghubungkan jalur tersebut ke dalam sistem jaringan.
Dasar Sinyal SDH
Format sinyal SDH memungkinkan untuk membawa berbagai jenis pelayanan pada Virtual Container (VC) yang dimiliki karena fleksibilitas bandwidth yang dimilikinya. Dengan kemampuan ini memungkinkan untuk mentransmisikan layanan packet-switched berkecepatan tinggi, ATM, video, sinyal, dll. Akan tetapi SDH tetap mengizinkan transmisi pada level 2 Mbit/s, 34 Mbit/s, dan 140 Mbit/s, untuk mengakomodasi hirarki sinyal digital yang ada. Sebagai tambahan, SDH mendukung transportasi sinyal dengan hirarki 1,5 Mbit/s.
Berdasarkan perkembangan ANSI untuk standar dari Synchronous Optical Network (SONET), ITU-T mendefinisikan standar yang mengalamatkan hirarki transmisi antara 2048 kbit/s sampai 1554 kbit/s. Usaha itu dicetuskan pada tahun 1989 oleh ITU-T untuk standar mengenai SDH. Tabel 1 dan tabel 2 menggambarkan hirarki transmisi PDH dan SDH :


Sebuah frame sebesar 155.52 Mbit/s didefinisikan oleh rekomendasi G.707 ITU-T (yang berisi tentang antarmuka jaringan untuk SDH). Frame ini disebut sebagai synchronous transport module (STM). Frame pada tingkat (level) pertama dari SDH adalah STM-1. Gambar di bawah ini menunjukkan format dari frame tersebut. Frame tersebut disusun atas matriks byte 9 baris dan 270 kolom. Proses pengiriman datanya dilakukan secara baris-per baris, dimulai dari byte sebelah kiri atas dan berakhir pada byte sebelah kanan bawah. Tiap frame mewakili waktu selama 125 μs. Masing-masing byte dalam payload (muatan) merepresentasikan sebuah 64 kbits/kanal. Frame STM-1 dapat mngangkut sinyal PDH apa saja (selama totalnya kurang dari 140Mbit/s).

Sembilan byte pertama dari masing-masing sembilan baris disebut sebagai overhead. Pada bagian ini terdapat regeneration section overhead (RSOH), dan multiplex section overhead (MSOH) yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Di bawah ini adalah fungsi dari SOH :


Dalam sistem SDH akan sering terdengar istilah virtual container (VC). VC terdapat di bagian payload pada skema diagram frame STM. Satu frame STM mampu menampung bermacam-macam VC. VC digunakan untuk menngangkut sinyal kanal yang berkecepatan lebih rendah. Agar data pada VC mudah dibedakan, maka di dalam VC ada yang disebut sebagai path overhead (POH), yang berfungsi sebagai tanda pengenal dan tujuan alamat yang akan dikirim dari data yang terdapat pada VC itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa contoh dari VC dengan jenis yang berbeda-berbeda (tergantung isi muatannya), yaitu :


Pada teknologi transmisi modern SDH ini, kita masih bisa menangani transportasi untuk teknologi transmisi lama, yaitu PDH. Agar sinyal PDH bisa cocok dengan sistem SDH, maka dilakukan proses mapping. Di dalam VC, terdapat istilah container yang merupakan satuan paket dasar untuk menampung kanal-kanal data yang akan ditransmisikan. Pada setiap masing-masing sinyal PDH akan diberikan container. Ukuran dari container ini sendiri mempunyai kapasitas yang lebih besar dari data sinyal PDH itu sendiri. Maka, akan ada sisa bit kosong yang tak digunakan untuk menaruh data sinyal PDH pada container. Sisa bit ini digunakan untuk stuffing yang bertujuan untuk menyesuaikan timing yang tidak sama antara sistem PDH dengan sistem SDH. Dari sini, ketika beberapa container digabungkan (dengan POH-nya masing-masing) maka terbentuklah VC. Langkah selanjutnya dalam menuju pembentukan sinyal STM yang lengkap adalah penambahan pointer yang merunjuk ke POH pada masing-masing VC sehingga terciptalah administrative unit (AU) atau tributary unit (TU). Beberapa TU tadi bersama-sama membentuk tributary unit group (TUG), dan masing TUG bergambung membentuk sebuah VC dengan tingkat hirarki yang lebih tinggi dan lalu terbentuk menjadi AU. Satu atau lebih dari AU membentuk administrative uniti group (AUG). Akhirnya, AUG ditambah dengan SOH membentuk STM. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses pembentukkan STM tertentu dari jenis VC yang berbeda kadang tidak seragam prosesnya agar lebih efisien. Berikut ini adalah skema dari pembentukkan STM:


Selama tiga tahun terakhir ini, sudah banyak terjadi perkembangan teknologi SDH dalam industri telekomunikasi. Banyak sekali peningkatan permintaan dari berbagai belahan dunia akan kubutuhan transfer data yang cepat dalam mengembangkan infrastruktur telekomunikasi generasi mendatangnya. SDH adalah merupakan jembatan besar dalam revolusi teknologi telekomunikasi dan setidaknya dalam satu dekade mendatang, sistem ini diharapkan sudah merepresentasikan masa depan dari sistem telekomunikasi yang semakin memudahkan dan dapat diandalkan untuk siapa saja.
PERANCANAAN TRANSMISI
sistem perencanaan yang digunakan untuk membuat desain jaringan transmisi radio. Secara umum, jaringan transmisi disediakan untuk mengakomodasi bisnis seluler GSM yang mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Memperoleh pelanggan baru
2. Memperluas jaringan pelayanan
3. Memperbaiki kualitas sinyal di suatu daerah yang masih lemah
Pekerjaan yang dilakukan dalam perancangan jaringan GSM dibagi menjadi beberapa bagian yang akan melakukan tugasnya masing-masing. Secara singkat dijelaskan pekerjaan desain diawali oleh bagian marketing yang mensurvei keadaan di daerah yang menjadi target pasar kemudian diteruskan ke bagian perencanaan radio (RNP) kemudian diteruskan bagian perencanaan transmisi (TSSP) dan terakhir ke bagian perencanaan pembangunan (CME). Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada penjelasan di bawah ini :
Bagian Marketing
Bagian ini mengusulkan daerah yang berpotensi secara ekonomi untuk dibangun area BTS. Perencanaan ini bertujuan untuk mendapatkan pelanggan-pelanggan baru yang sebelumnya belum terjangkau oleh lingkup area sinyal GSM.
Adanya saingan-saingan dari operator GSM lainnya juga merupakan faktor yang harus diperhatikan. Peningkatkan kualitas pelayanan merupakan salah satu metode untuk dapat bersaing memperebutkan pelanggan agar tidak direbut atau beralih ke operator lain. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah jasa berbasis teknologi. Siapa yang mampu memanfaatkan keunggulan teknologi secara optimal dan pas dengan periode puncak teknologi tersebut, dia bisa menguasai pasar sekaligus berjaya di persaingan memperebutkan pelanggan.
Kegiatan yang dilakukan oleh bagian marketing antara lain melakukan pengambilan data-data statistik di suatu daerah. Parameter yang bisa dijadikan ukuran adalah seperti
a. Tingkat konsumsi di suatu daerah
Semakin tinggi tingkat konsumsi penduduk di suatu daerah maka menun-jukkan kalau daerah tersebut berpotensi untuk tempat pengembangan pasar telepon seluler. Karena penduduknya tergolong mampu dan suka dengan perkembangan baru. Hal ini yang sekiranya dapat dianalis dari faktor ini.
b. Kepadatan penduduk
Populasi penduduk yang rapat menunjukkan kalau daerah tersebut sangatlah berkembang atau termasuk propinsi yang maju daerahnya. Sehingga penduduknya berpotensi untuk menerima pemakaian telepon seluler dalam jumlah besar.
c. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk suatu daerah maka kemungkinan dari pasar penggunaan telepon seluler akan semakin luas pula. Karena mereka akan lebih menghargai teknologi dan menganggap penggunaan telepon selular adalah penting di masa ini.
d. Tingkat pemakaian telepon
Hal ini bisa dilihat dari penggunaan telepon lokal maupun dari telepon selular. Jika secara statistik terlihat semakin meninggi maka perlu segera dilakukan peningkatan pada kapasitas jaringan supaya tidak terjadi kepadatan lalu lintas jaringan. Oleh karena itu maka operator telepon bisa segera melakukan pengembangan di daerah tersebut.
e. Jumlah penggunaan kendaraan bermotor
Hal ini bisa menjadi salah satu faktor meskipun bukan pilihan yang utama. Karena bisa menunjukkan daya beli dari masyarakat di daerah tersebut. Semakin tinggi penggunaan kendaraan bermotor di daerah tersebut maka daerah tesebut berpotensi sebagai pasar telepon selular. Selain itu masalah harga dari sebuah produk yang cukup mahal bisa memengaruhi daya beli masyarakat juga. Untuk itu operator perlu pintar-pintar dalam memilih membuat produk mereka yang bisa terjangkau oleh publik. Contohnya paket hemat yang ditawarkan oleh salah satu produk Indosat yang bernama StarOne, di mana masyarakat bisa melakukan panggilan dengan biaya Rp. 999/jam. Tentunya tarif yang murah ini diharapkan bisa menarik minat konsumen baru, sehingga akan memperolah keuntungan yang lebih besar.
Selanjutnya bagian pemasaran akan melakukan proyeksi untuk perkembangan dari jaringan tersebut untuk beberapa bulan bahkan tahun-tahun berikutnya. Sehingga bisa menetahui sampai dimana perkembangannya di masa mendatang.
Bagian Marketing kemudian akan meneruskan laporan ini kepada bagian Radio Network Planning (RNP) untuk mendesain jaringan GSM yang sekiranya cocok atau dibutuhkan di daerah tersebut.
Bagian Radio Network Planning (RNP)
Bagian ini menangani pengolahan data kandidat area coverage yang diusulkan oleh bagian marketing. Proses desain awal ini disebut sebagai Initial Network Design (IND). IND ini akan mendapatkan data koordinat dari wilayah yang akan dibangun (disebut juga sebagai kandidiat nominal). Data kandidat nominal ini masih berupa data yang belum pasti. Oleh karena itu, perlu adanya pengambilan data di lapangan untuk menghasilkan data koordinat yang benar. Pembagian daerah yang akan dijangkau ini berdasarkan propinsi kemudian dibagi lagi menjadi beberapa daerah yang lebih kecil lagi. Data lokasi calon BTS yang akan dibangun sering disebut sebagai site list. Nama Site list ini biasanya diambil dari nama kelurahan dari wilayah tersebut. Berikut ini adalah contoh dari site list jaringan BTS:

Daftar koordinat dari daftar site list di atas masih sketsa kasar yang disebut sebagai IND (Initial Network Design) atau situs kandidat. Data koordinat ini masih tentatif, artinya masih ada kemungkinan untuk berubah dalam prakateknya nanti. Hal ini disebabkan adanya beberapa parameter dari area tersebut yang secara spesifik belum ditentukan, misalnya apakah daerah yang akan dibangun BTS bisa dipakai atau tidak. Oleh karena itu, bagian RNP akan melakukan survei langsung ke lapangan untuk mendapatkan koordinat yang sebenarnya.
Setiap wilayah yang akan dijadikan sasaran pemasangan BTS pasti memiliki karakteristik-karakteristik yang berbeda-beda. Semakin luas wilayah yang ingin dicakup maka bentuk fisik, konfigurasi, ukuran, maupun daya listrik yang akan mendukungnya pun harus juga harus diperhitungkan. Sebagai contoh adalah pemilihan jumlah TRX (transmitter/receiver) atau lebih tepatnya konfigurasi TRX yang harus dipasang pada Coverage Antenna. Coverage Antenna ini sangat berpengaruh kepada kualitas sinyal yang akan diterima oleh telepon genggam (mobile station) para konsumennya. Contohnya konfigurasi jenis 3/3/3 lebih cocok dipasang untuk daerah yang padat penduduknya, sedangkan untuk daerah yang lebih sedikit penduduknya lebih sering menggunakan konfigurasi jenis 2/2/2. Penentuan jumlah TRX dan tingkat kekuatan sinyal yang dibutuhkan BTS dalam mencakup areanya ditentukan oleh parameter seperti GOS, Erlang, jangkauan wilayah, dan lain-lain.

Pada praktiknya jaringan BTS yang digunakan bisa digambarkan seperti di bawah ini :

Berdasarkan gambar tersebut bisa dilihat kalau satu BTS memiliki 3 antena yang menjangkau 3 daerah. Masing-masing dari antena tersebut berjarak 120 derajat satu sama lain. Pada daerah perkotaan, di mana banyak terdapat telepon seluler yang beroperasi maka dibutuhkan sel-sel yang lebih banyak. Sebagai contoh BTS dengan konfigurasi 3/3/3 menunjukkan beberapa hal yaitu :
a. Bahwa BTS tersebut memunyai 9 TRX
b. BTS tersebut mampu melayani sekitar 63 telepon seluler. Jumlahnya ini diperoleh dari perhiitungan 7 trafik kanal dikalikan dengan jumlah TRX yang ada. Nilai angka 7 didapat dari data di mana satu TRX memiliki 8 timeslot untuk hubungan ke telepon seluler. Di mana time slot 0 digunakan untuk kontrol sehingga sisa 7 time slot lainnya digunakan untuk trafik kanal.
Selain itu antena juga perlu diatur ketinggiannya agar mencapai jangkauan yang baik Bagian RNP juga bertanggung jawab untuk memberikan data ketinggian antena yang direncanakan.

Ketinggian antena ini juga didasari atas kepentingan perencanaan seberapa luas jangkuaan area jaringan (network area coverage) dengan bentuk geografis lingkungannya.
Bagian Transmission System and Support Planinng (TSSP)
Bagian TSSP ini banyak berkutat dalam bidang perencanaan jalur transmisi antar BTS, BSC, dan DCS. Data yang telah dihasilkan oleh bagian RNP, selanjutanya akan diolah lebih detail lagi untuk mendapatkan data perencanaan jaringan telekomunikasi yang lebih spesifik. Bagian TSSP adalah bagian yang memunyai keahlian khusus dalam merancang jalur-jalur transmisi yang akan diimplementasikan di lapangan, tepatnya di atas daftar situs-situs yang telah dirilis oleh bagian RNP.
Secara garis besar, tahap-tahap yang dilakukan oleh bagian TSSP meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Coordinate Mapping
b. Menentukan LOS (Line of Sight)
c. Menentukan kapasitas kanal
d. Penentuan tipe dari peralatan
e. Penentuan pembagian kanal frekuensi
Data yang telah dihasilkan oleh bagian RNP tidak hanya diolah oleh bagain TSSP, tetapi juga diolah oleh bagian lain. Bagian tersebut adalah bagian CME atau civil mechanical electrical yang akan dibahas secara singkat berikutnya..
Bagian CME (Civil Mechanical Electrical)
Bagian ini yang langsung turun ke lapangan untuk melakukan pembangunan BTS atau BSC di suatu daerah yang menjadi target. CME akan bekerjasama dengan bagian TSSP untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam melakukan pembangunan. Seperti yang bisa dilihat dari kepanjangannya, maka bisa diketahui bahwa tugas bagian CME lebih kepada penyediaan sarana fisik dari BTS tersebut. Seluruh hal ini dilakukan setelah perencanaan dari sistem jaringan oleh bagian-bagian sebelumnya selesai dilakukan. Tugas-tugas yang dilakukan oleh bagian ini antara lain seperti pembuatan menara, pengadaan listrik, dll. Masalah yang kadang dihadapi adalah letak BTS yang akan dibangun berada pada wilayah yang sulit untuk dibangun. Sehingga kadang suatu daerah yang telah direncanakan dengan baik oleh bagian RNP maupun TSSP perlu direlokasi kembali daerahnya.
PERENCANAAN JARINGAN TRANSMISI
Pada bagian ini, akan dipaparkan lebih lanjut mengenai tahapan bagian TSSP dalam mendesain atau merancang jaringan telekomunikasi pada bidang transmisi sinyal. Secara detilnya, bagian TSSP ini menyiapkan infrastruktur untuk mengakomodasi permintaan sambungan telekomunikasi dari suatu daerah ke daerah lainnya (yang lokasi-lokasinya telah diberikan oleh bagian RNP sebelumnya), dengan cara merencanakan segala kebutuhan yang akan diterapkan di lapangan (site). Beberapa tahapan atau langkah yang dilakukan oleh bagian TTSP ini akan dijabarkan secara keseluruhan sebagai berikut:
1 Coordinate Mapping
Proses ini dilakukan dengan cara memetakan data koordinat wilayah BTS (kandidat nominal) yang diperoleh dari bagian Radio Network Planning (RNP). Data tersebut masih berbentuk data angka-angka koordinat berupa garis lintang dan garis bujur. Kemudian menggunakan bantuan program komputer Map Info, kita ini dapat menguraikan data angka-angka koordinat tersebut menjadi bentuk visual lokasi area secara simulasi.

Dari data map info di atas maka akan tampak BTS yang masuk daerah jangkauan BSC tertentu. Agar BTS kandidat baru tersebut dapat terhubung dengan jaringan telekomunikasi setempat, maka BTS baru tersebut harus tersambung dengan BTS atau BSC yang lainnya. Dalam merancang suatu sistem transmisisi BTS, maka bagian TSSP menentukan tiga calon BTS lainnya sebagai far-end-nya (tujuannya). Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Map Info, jarak antara calon BTS dengan BTS yang dituju akan dapat diperoleh dengan mudah meskipun masih belum akurat datanya.

2 Menentukan LOS (Line of Sight)
LOS (Line of Sight) sering diibaratkan sebagai jarak pandang antara mata dengan objek yang dilihatnya. Dalam sistem komunikasi, LOS adalah jarak yang memungkinkan terjadinya sistem komunikasi antara antena pengirim maupun antena penerima. Dalam memperhitungkan apakah bisa terjalin hubungan antara BTS sesuai dengan kriteria LOS, maka digunakanlah program komputer yang bernama PATH LOS. Program ini membutuhkan data-data seperti koordinat letak BTS, kontur ketinggian area, serta ketinggian antena yang dipakai BTS-BTS tersebut. Program ini akan secara otomatis menentukan apakah hubungan (link) yang direncanakan sebelumnya bisa terhubung secara LOS atau tidak. Dari sini, bagian TSSP dapat memilih mana alternatif link yang lebih cocok dari ketiga alternatif link BTS yang telah direncanakan oleh bagian RNP sebelumnya.

Dengan pengecekan data alternatif BTS-BTS secara satu per satu dengan program ini, maka didapatkanlah hasil data seperti di atas. Dalam menentukan alternatif yang akan dipilih, kita perlu menetapkan tujuan awal dari BTS/BSC yang akan kita hubungkan. Setelah itu baru kita memperhatikan faktor-faktor lain yang diantaranya adalah LOS.
Berdasarkan data di atas, kita bisa mengetahui jalur-jalur alternatif BTS mana saja yang bisa terhubung secara LOS atau tidak. Situs BTS alternatif yang bisa terhubung secara LOS ditandakan dengan tulisan yang berwarna hitam. Contohnya pada situs baru Ambal, BTS yang akan dibangun disini mempunyai tiga kandidat hubungan BTS lain yang bisa dibangun jaringan telekomunikasinya, yaitu situs BTS Bambang Kebumen, BTS Petanahan, dan BTS Kutowinangun. Untuk alternatif situs BTS yang tidak terhubung secara LOS ditandakan dengan tulisan yang berwarna biru pada bagan di atas. Secara otomatis, situs BTS yang tidak bisa terhubung secara LOS akan digugurkan dari status alternatif kandidatnya. Contohnya pada situs calon BTS yang bernama Mergosari hanya mempunyai dua buah calon kandidat hubungan BTS yang masih memungkinkan, yaitu situs BTS Prembun dan situs BTS Kutowinangun, sedangkan calon alternatif ketiga yaitu situs Cimangu digugurkan karena tidak bisa terhubung secara LOS. Pada data kedua, yaitu calon situs BTS Mirit, terdapat tulisan yang berwarna merah pada kandidat alternatifnya yang bernama Ambal. Warna merah hanya sekedar menginformasikan bahwa kandidat situs BTS alternatif tersebut merupakan situs BTS yang masih baru.
Namun, dengan penggunan program LOS ini, data yang dihasilkan atau diperoleh masih berupa data di atas kertas yang belum pasti keakuratannya. Oleh karena itu, selanjutkan dilakukan survei kelapangan untuk proses validasi. Proses validasi ini akan menegaskan letak koordinat sebenarnya dari rencana BTS yang akan dibangun. Proses ini kadang agak sulit, karena harus memastikan apakah letak area yang akan yang dibangun BTS tersebut bermasalah atau tidak. Masalah yang muncul biasanya masalah perizinan tanah, sehingga memerlukan negosiasi lebih lanjut kepada pemerintah setempat maupun warga sekitar. Pengecekan kembali kandidat situs-situs BTS yang bisa terhubung secara LOS juga dilakukan. Semua data kandidat BTS yang akan dihubungkan sesuai LOS, diujikan kembali satu per satu, termasuk data kandidat BTS yang tidak bisa terhubung secara LOS yang diperoleh dari program PATH LOS. Setelah validasi di lapangan selesai dites atau diujikan satu per satu, maka diharapkan data yang digunakan untuk membangun sistem jaringan transmisi BTS yang baru tersebut adalah akurat.Penentuan dari alternatif yang diambil selain melihat faktor LOS adalah melihat jumlah hop yang terhubung ke BTS. Semakin sedikit jumlah hop yang dilewati oleh saluran transmisi maka semakin baik.

Yang perlu dibedakan adalah antara jarak dengan rute. Jarak yang dekat belum tentu baik. Contohnya adalah, untuk jarak antar BTS adalah 5 km tetapi melewati 7 hop dengan jarak antar BTS adalah 7 km tetapi melewati 4 hop, maka akan lebih baik mengambil pilihan kedua yaitu jarak 7 km dengan melewati hanya 4 hop. Hal ini dikarenakan rute hopping yang dilalui lebih sedikit, sehingga saat jaringan transmisi tersebut mengalami gangguan maka tidak hanya ada tiga hopp yang putus. Sehingga memperkecil gangguan agar tidak menjadi lebih luas. Selain itu hal ini berpengaruh pada keefisienan kerja dari BTS. Kapasitas saluran dalam hal ini perlu menjadi pertimbangan pula (hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya).
Lalu untuk mencapai LOS yang baik maka antena pemancar perlu diusahakan agar terarah kepada situs yang akan ditembak. Jangan sampai arah dari arah tujuan dari antena yang menembak terhalang oleh sesuatu seperti pohon, gunung, dan lain-lain. Karena hal ini akan berpengaruh pada transmisi karena terjadi fading. Sementara itu jenis fading dapat dibedakan menjadi dua yaitu Logonormal fading dan Rayleigh fading. Logonormal fading terjadi karena adanya penghalang antara BTS dengan telepon selular. Sementara Rayleigh fading terjadi karena adanya berbagai lintasan propagasi akibat pantulan-pantulan yang terjadi di sekitar telepon selular. Kalaupun harus melewati daerah-daerah penghalang maka perlu dilakukan perhitungan yang baik terhadap transmisi, berapa besar kehilangan yang terjadi. Apakah masih bisa ditolerir. Kalau tidak dimungkinkan maka perlu pengalihan dari arah antena.
3 Menentukan kapasitas kanal
Langkah selanjutnya dari proses perencanaan sistem transmisi adalah penentuan kapasitas kanal (channel capacity planning). Kapasitas suatu kanal bisa dibuat berdasarkan besarnya kebutuhan pada suatu daerah yang dijangkau oleh suatu BTS. Dan besarnya tidak sama satu sama lain. Penentuan kapasitas kanal berpengaruh pada penentuan alternatif dari tempat BTS/BSC. Kapasitas kanal yang besar akan memudahkan dalam pengiriman data. Semakin besar kapasitas kanal maka bisa diibaratkan sebagai jalan tol yang lebar. Semakin lebar jalan tol yang akan dibangun maka semakin mahal pula biaya yang yang harus dikeluarkan untuk membangunnya, dan sebaliknya. Sehingga, perencanaan kapasistas kanal ini harus mendapatkan perhatian ekstra karena menyangkut alokasi biaya yang tidak murah. Mengenai cara penentuan kapasitas kanal ini, dapat dilihat contoh pada gambar susunan hirarki dari tiap BTS yang tersusun dalam suatu jaringan transmisi, sebagai berikut :

Hubungan antar BTS yang terletak pada hirarki paling bawah (pada sistem topologi seperti yang ditampilkan di atas) membutuhkan saluran transnmisi yang mempunyai kapasistas yang lebih kecil dibandingkan dengan hubungan antar BTS yang mempunyai tingkat hirarki yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dianalogikan seperti saluran air. Saluran air yang paling dekat dengan pusat sumber air pasti memilki diameter saluran air yang lebih besar dibandingkan dengan saluran air pada tingkat yang paling ujung. Pada gambar di atas adalah, garis penghubung antar BTS yang mempunyai warna biru adalah representasi dari jaringan transmisi yang mempuinyai kapasitas pengiriman data sebesar 1 E1 (satuan kapasitas yang setara dengan 2 Mbps). Tetapi yang digunakan dalam gambar di atas adalah sebesar 4 E1. Hal ini dilakukan untuk cadangan seandainya dibutuhkan kapasitas yang lebih besar di kemudian hari. Sehingga proses upgrading di kemudian hari tidak akan terlalu sulit karena jaringan telah disiapkan dalam kapasitas yang cukup besar.
Garis berwarna hijau menunjukkan saluran transmisi PDH 16 E1. Dan garis berwarna merah adalah saluran transmisi SDH STM-1. Untuk menjelaskan gambar di atas diawali dari gambar lingkaran yang terletak di urutan hirarki paling bawah. Lingkaran ini menunjukkan BTS. Kemudian BTS ini melakukan transmisi ke BTS lain yang memiliki saluran transmisi yang lebih besar atau sama besar. Kemudian beberapa BTS tersebut melakukan transmisi ke BSC yang digambarkan dengan bentuk persegi panjang. Transmisi ke BSC dilakukan lewat kanal yang memiliki kapsitas besar karena BSC mengontrol beberapa BTS di sekitarnya.
Gambar topologi saluran transmisi di atas menggambarkan seberapa lebar bandwidth yang digunakan untuk menghubungkan antar BTS yang dihasilkan. Data yang tadi diperoleh dari bagian RNP telah memberikan informasi mengenai data konfigurasi TRX pada bentuk BTS yang dipakai. Untuk daerah yang penduduknya tidak terlalu besar biasanya BTS menggunakan konfigurasi 2/2/2.
Kapasitas saluran yang digunakan untuk menyambungkan BTS dalam jaringan telekomunikasi setempat, sering digunakan saluran transmisi yang mempunyai bandwidth sebesar 2 Mbps. Akan tetapi nilai ini bervariasi tergantung kebutuhan di daerah tersebut. Pada sistem Indosat yang bekerjasama dengan vendor Nokia untuk implementsai BTS di daerah Jawa Tengah, besar kapasitas saluran adalah 1 E1 walaupun dengan menggunakan konfigurasi TRX yang berbeda-beda.
4 Penentuan spesifikasi dari peralatan
Peralatan yang digunakan memiliki beberapa spesifikasi yang bisa dillihat pada bagan di bawah ini. Adapun peralatan yang dimasksudkan di sini adalah spesifikasi dari perangkan transmisi microwave yang digunakan. Penentuan spesifikasi tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Sehingga jadinya bisa terdapat perbedaan antara jenis peralatan di suatu daerah dengan daerah lainnya. Yang banyak berubah adalah frekuensi bandwidth dengan diameter dari antena. Sementara besar kapasitas saluran dan proteksi yang digunakan pada peralatan adalah tetap seperti yang terlihat pada bagan.

Berdasarkan konfigurasi di atas maka bisa dilihat spesifikasi dari peralatan yang digunakan. Untuk daerah Ambal, berdasarkan bagan di atas maka bisa diketahui peralatan yang digunakan memiliki spesifikasi :
”7GHz; 1+1HSB; 1.2m; 16x2”
Beberapa parameter yang menentukan spesifikasi dari peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
A. Frekuensi dari gelombang yang dipancarkan
Nilai 7 GHz merupakan rentang frekuensi kerja yang bisa digunakan dalam pentransmisian data. Frekuensi kerja adalah batas-batas mana frekuensi yang bisa digunakan oleh perangkat microwave untuk bisa mengirimkan datanya pada kanal-kanal frekuensi tertentu. Semakin besar frekuensi kerja yang dimiliki oleh suatu perangkat, maka pilihan kanal frekuensi yang dimilikinya akan semakin banyak. Sehingga, proses perubahan frekuensi pun semakin mudah apabila terjadi interferensi dari gelombang lain yang tak diinginkan.
Setiap frekuensi kerja dari perangkat PDH atau SDH memilki beberapa kanal-kanal frekuensi yang tersedia. Kanal-kanal ini berfungsi sebagai jalur informasi yang akan diisi oleh sinyal-sinyal berisi panggilan telepon yang dikirim dari pelanggan. Sehingga kanal-kanal tersebut perlu diatur lebar frekuensinya satu sama lain agar tidak terjadi interferensi. Jika terjadi interferensi maka bisa mengganggu jalannya pengiriman sinyal.
Kendala yang dihadapi oleh TSSP antara lain adalah masalah lokasi daerah yang kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Contohnya adalah kesulitan dalam mengatur frekuensi gelombang agar jangan sampai terjadi interferensi dengan gelombang dari operator atau pengguna lain. Kadang suatu frekuensi gelombang yang telah ditetapkan sebelumnya dan dicek di lapangan tidak mengalami masalah tetapi pada kenyataannya bisa terjadi gangguan. Sering juga terjadi interferensi dari saluran transmisi oleh operator GSM lain yang kadang tidak terprediksikan sebelumnya. Untuk itu TSSP perlu melakukan pengaturan ulang frekuensi sehingga diperoleh frekuensi yang aman.
B. Proteksi dari peralatan
Dalam satu sistem BTS, terdapat tiga buah bagian utama untuk melakukan proses pengriman maupun proses penangkapan sinyal, yaitu IDU (indoor units), ODU (outdoor units), dan antena. Bentuk skemanya adalah sebagai berikut :


Seperti yang dilihat pada gambar di atas, antena microwave bekerja untuk melakukan komunikasi antara BTS satu dengan BTS yang lain atau antara BTS dengan BSC. Selain itu bisa juga antara sesama MSC. Pada antena microwave terdapat suatu perangkat ODU (outdoor units) yang berfungsi sebagai waveguide yang berguna untuk mentransmisikan sinyal data dari IDU(indoor Units). Sinyal data yang ditransmisikan dari atau menuju IDU merupakan gelombang listrik. Waveguide itu sendiri merupakan suatu saluran yang bisa mentransmisikan sinyal dengan baik.
Pada ODU sendiri terdapat sistem proteksi yang digunakan untuk peralatan seperti HSB(Hot Standby) dan FD(Frequency Diversity) + SD(Space Diversity). Hal ini berguna untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan pada perangkat radio, sehingga tetap bisa terjalin proses pengiriman maupun penerimaan data. Contohnya sistem proteksi FD melakukan perlindungan terhadap jalur frekeunsi radio yang digunakan, sementara sistem SD melakukan proteksi dari sisi perangkat radio yang digunakan. Pada sistem transmisi di Perusahaan Indosat, proteksi yang biasa digunakan sudah termasuk untuk frekuensi dan peralatan (FD + SD).
Sementara itu Antena GSM berfungsi untuk melakukan komunikasi dengan telepon selular. Kemudian antena GSM akan mengalirkan data tersebut menuju BTS. Yang dimaksud dengan BTS dalam hal ini adalah tempat penerima sinyal yang dikirimkan oleh antena GSM. Tempat dari BTS itu sendiri terdapat dalam suatu ruangan di bawah menara BTS.
Sementara DDF(Digital Distribution Frame) bekerja sebagai pembagi kanal sesuai dengan yang diperlukan oleh antena Microwave dan jaringan antena GSM. Perangkat IDU sendiri bekerja sebagai multiplexer untuk menggabungkan beberapa kanal E1. Contohnya dibutuhkan suatu kanal dengan kapasitas sebesar 16 E1 untuk transmisi microwave, maka DDF akan menyediakan suatu kanal yang memiliki kapasitas sebesar 16 E1 tersebut. Dari DDF akan terdapat 16 jalur sebesar 1 E1 menuju ke perangkat IDU. Sehingga pada IDU maka akan bisa dihasilkan saluran dengan kapasitas sebesar 16 E1 dalam satu jalur saja. Untuk hubungan antara DDF dengan perangkat antena GSM tidak jauh berbeda dengan hubungan antara DDF dengan antena microwave. Hanya saja tidak digunakan ODU dan IDU pada jalur hubungan antara antena GSM dengan DDF. Antena GSM akan mengirimkan informasi ke telepon selular sesuai yang dibutuhkan. Jika yang dibutuhkan sebesar 1 E1 maka DDF akan mengirimkan jalur kanal dengan kapasitas 1 E1.
Pada antena microwave, informasi dikirimkan dalam bentuk paket-paket data. Dan biasanya memiliki frekuensi tinggi sampai mencapai skala gigahertz. Sementara pada antena GSM yang dikirim memiliki frekuensi lebih rendah daripada antena microwave, yaitu sampai skala megahertz saja.
Informasi ”1+1 HSB” menunjukkan proteksi pada perangkat radio transmitter sinyal. Proteksi jenis ini menandakan adanya satu sistem jaringan cadangan yang melindungi perangkat radio. Pengoperasian dari peralatan cadangan ini bekerja dengan sistem HSB (Hot Standby). ”1+1 HSB” menandakan bahwa radio yang beroperasi pada satu waktu berjumlah satu buah, dan radio yang manjadi cadangan (standby) berjumlah satu buah. Artinya, ketika pada suatu saat radio yang sedang beroperasi tiba-tiba mengalami kerusakan, maka perangkat PDH atau SDH akan secara otomatis mengganti (switch) ke radio satunya yang merupakan cadangannya. Oleh karena itu, walaupun terjadi gangguan teknis, sambunan telekomunikasi tetap akan bisa berlangsung secara normal.
Semakin besar proteksi yang diberikan maka sistem akan menjadi lebih aman. Dimana untuk ”1+1”, maka akan ada 1 perangkat radio yang bekerja dan 1 perangkat radio yang menjadi cadangannya. Jika terjadi kerusakan pada sistem radio utama maka perangkat radio cadangan akan segera beroperasi menggantikan tugas dari perangkat radio utama yang mengalami gangguan tersebut. Sehingga sistem jaringan radio akan tetap dapat bekerja. Lalu untuk ”1+0”, perangkat radio tersebut tidak memiliki cadangan sebagai proteksi jika perangkat radio utama rusak, sehingga rawan terjadi putusnya jaringan komunikasi. Penggunaan sistem proteksi ini sekali lagi tergantung pada kebutuhan sistem. Tidak selamanya perangkat tersebut dibutuhkan proteksi yang banyak.
C. Kemampuan jangkauan antena
Sementara itu angka sebesar 1,2 m menunjukkan diameter antena PDH atau SDH. Semakin besar nilainya maka jangkauan dari radio akan bertambah jauh pula. Hal ini terjadi karena daya yang diberikan antena lebih besar. Langkah penting lainnya adalah masalah penentuan jenis antena yang digunakan agar bisa mengakomodasi pengriman sinyal baik untuk jarak dekat maupun jarak jauh. Penentuan jenis antena ini juga melibatkan parameter spesifikasi yang dibutuhkan agar bisa menyokong jalur transmisi sesuai dengan wilayah yang dilaluinya serta parameter biaya yang dibutuhkannya. Penentuan jenis antena ini diharapkan dapat memperkecil biaya yang diperlukan.
Selain itu faktor kemudahan akses untuk merawat peralatan BTS perlu diperhitungkan pula. Jika terdapat di daerah yang sulit maka penanganannya akan lebih sulit. Sehingga perlu diupayakan untuk membangun BTS yang letaknya cukup strategis, aman, serta jangkauannya luas.
D. Kapasitas antena
Lalu nilai 16x2 menunjukkan besaran 16 E1 (16 x 2 Mbit/s) yang berkaitan dengan besar kapasitas maksimum yang dapat direalisasikan oleh antena tersebut. Sekilas, tampak bahwa penggunaan kapasitas sebesar ini terlalu besar untuk suatu perangkat PDH. Hal ini memang sengaja dilakukan untuk melakukan proses upgrading di masa mendatang.
Perangkat PDH atau SDH yang akan dibangun biasanya mempunyai kapasitas yang besar melampui kebutuhan pada saat ini. Jika suatu saat akan dibangun jaringan transmisi lain yang melewati pernagkat tadi, maka kita tidak perlu susah payah untuk melakukan setting ulang jaringan PDH atau SDH yang sudah ada ebelumnya, karena kelebihan kapasitas di awal tadi bisa menyokong jalur transmisi yang baru.
Setelah selesai dilakukan pembangunan sistem jaringan, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan perawatan dan pemantauan terhadap sistem. Beberapa hal yang bisa menjadi faktor yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana sistem jaringan bisa mendukung kebutuhan dari daerah tersebut. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dari sistem jaringan, apakah sudah mencukupi atau belum dengan cara membandingkan antara hasil perencanaan dengan kenyataan di lapangan. Hal ini perlu dilakukan secara berkala agar sistem jaringan tetap bisa bertahan dan terus berkembang dengan baik. Selain itu, penting juga dilakukan perencanaan upgrading jaringan yang matang untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan di masa mendatang yang kadang tidak terprediksi sebelumnya.
Poin-poin di atas adalah beberapa pertimbangan yang diperlukan dalam merancang suatu jaringan transmisi di suatu daerah. Antara aspek yang satu dengan lainnya terdapat suatu keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga semuanya perlu disusun dengan baik. Yang pasti dalam merencanakan jaringan, perlu berorientasi jangka panjang dan memperhatikan masalah-masalah yang mungkin akan timbul. Karena teknologi telekomunikasi terus berkembang pesat dan konsumen terus bertambah dari hari ke hari. Sehingga kita harus menyiapkan diri utntuk membangun jaringan transmisi yang cerdas dan efisien. Sehingga penanganannya terhadap masalah dalam sistem jaringan akan bisa dengan mudah diatasi.
Penutup
1. Jaringan telekomunikasi membutuhkan adanya system transmisi sebagai media pembawa sinyal informasi.
2. Sitem transmisi dapat menggunakan berbagai macam medium untuk menghantarkan sinyal informasinya, contohnya: kawat, kabel koaksial, gelombang radio dan kabel serat optik.
3. Sistem transmisi yang menggunakan antenna gelombang radio bisa menerapkan metoda diversity untuk memperbaiki kualitas informasi yang dikirimkan. Metoda yang sering diterapkan pada BTS adalah space diversity dan frequency diversity.
4. Sistem transmisi yang menggunakan kabel serat optik akan lebih tahan terhadap gangguan sinyal sinyal yang dikirimkan untuk jarak jauh serta kapasitas sinyal yang dikirimkan juga lebih besar. Namun harganya relatif lebih mahal.
5. Terdapat beberapa macam standar kapasitas saluran informasi yang diterapkan secara internasional, antara lain: Digital Signal (DS), T-carrier, E-carrier, dan STM.
6. Beabrapa macam sinyal dapat digabung menjadi satu saluran dengan cara multiplek, sedangkan satu saluran dapat dipecah menjadi beberapa macam sinyal dengan cara demulitiplek. Prosesnya disebut interleaving.
7. Jenis teknologi system transmisi yang masih diterapkan sekarang adalah PDH dan SDH.
8. Sistem PDH belum memiliki clock yang sinkron antar perangkat yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, perlu selalu dilakukan proses add & drop total pada setiap perangkatnya.
9. Sistem SDH sudah memiliki clock yang sinkron antar perangkat yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, tidak perlu selalu dilakukan proses add/drop total pada setiap perangkatnya, tetapi hanya add/drop pada sebagian sinyal yang dibutuhkan saja. Selain itu, SDH mempunyai kapasitas saluran informasi yang lebih besar (karena berbasis STM) dibandingkan PDH.
10. Teknologi GSM menggunakan sistem baik PDH maupun SDH, tergantung kebutuhannya.
11. Sistem telepon seluler GSM membagi suatu wilayah menjadi beberapa sel-sel kecil agar kapasitas informasinya lebih tinggi, penggunaan daya listrik yang lebih efisien, dan jangkauan wilayah yang lebih baik.
12. Struktur jaringan GSM terbagi menjadi tiga buah yaitu Mobile Station, Base Station Subsystem, dan Network Subsystem.
13. Dalam mendesain struktur jaringan GSM, beberapa divisi dari PT. Indosat yang saling bekerjasama adalah bagian marketing, bagian RNP, bagian CME, dan bagian TSSP.
14. Bagian marketing mengusulkan daerah yang berpotensi secara ekonomi untuk dibangun area BTS.
15. Bagian Radio Network Planning (RNP) menangani pengolahan data kandidat area coverage yang diusulkan oleh bagian marketing.
16. Bagian CME menangani langsung proses pembangunan BTS atau BSC di suatu daerah yang menjadi target.
17. Bagian TSSP ini menyiapkan infrastruktur untuk mengakomodasi permintaan sambungan telekomunikasi dari suatu daerah ke daerah lainnya (yang lokasi-lokasinya telah diberikan oleh bagian RNP sebelumnya), dengan cara merencanakan segala kebutuhan yang akan diterapkan di lapangan (site).
18. Langkah-langkah yang ditempuh bagian TSSP dalam mendesain system transmisi adalah:
• Coordinate Mapping yang bertujuan untuk menentukkan jalur-jalur transmisi data.
• Penentuan LOS (Line of Sight) yang bertujuan untuk memastikan apakah jalur transmisi yang akan diterapkan bsa terhubung dengan baik.
• Penentuan kapasitas kanal (channel capacity planning) yang bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan kanal baik pada saat ini maupun pada penggunaan pada saat yang akan datang (misalnya rencana untuk melakukan upgrade jaringan).
• Penetuan spesifikasi peralatan yang meliputi:
1. Penetuan frekuensi kerja dari gelombang antena yang dipancarkan.
2. Proteksi dari peralatan.
3. Kemampuan jangkauan antena.
4. Kapasitas antena.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar